PURWOREJO, purworejo24.com – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daerah Pemilihan Jawa Tengah VI, Abdullah, melaksanakan kunjungan kerja spesifik dalam masa reses di Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyyah Berjan, Purworejo, pada Sabtu (18/10/2025).
Kunjungan tersebut menjadi ajang silaturahmi sekaligus penyerap aspirasi masyarakat, khususnya dari kalangan pesantren yang selama ini menjadi basis utama dukungan politiknya.
Tampak hadir dalam kegiatan tersebut pengurus DPC PKB Purworejo, anggota DPRD Fraksi PKB dari Dapil VI, para kiai, santri, serta sejumlah konstituen dan tokoh masyarakat di wilayah tersebut.
Abdullah menegaskan bahwa masa reses bukan sekadar agenda formal DPR, tetapi menjadi momen penting untuk menyapa kembali konstituen dan memastikan janji kampanye dapat diwujudkan secara nyata.
“Kehadiran saya di Purworejo ini dalam rangka reses, untuk menyapa konstituen yang dulu memilih dan mendukung saya. Ini juga menjadi pengingat bagi saya agar janji-janji kampanye yang pernah saya sampaikan benar-benar bisa direalisasikan untuk masyarakat,” ujar Abdullah, saat ditemui usai kegiatan.
Abdullah, yang juga anggota Komisi III DPR RI, turut menyoroti sejumlah persoalan yang tengah dihadapi dunia pesantren. Menurutnya, berbagai kasus yang mencuat belakangan ini, seperti peristiwa di Pesantren Al-Ghozini dan polemik pemberitaan Trans7 tentang Pondok Lirboyo, perlu dijadikan bahan refleksi bersama.
“Banyak permasalahan pesantren muncul akhir-akhir ini. Ini momentum bagi kita di PKB untuk memperkuat komitmen dalam membantu pesantren, karena pesantren adalah basis utama pemilih dan sumber nilai perjuangan kita,” tegasnya.
Lebih lanjut, Abdullah menyampaikan bahwa Ketua Umum DPP PKB yang juga Menko Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Imin), telah membentuk Satgas Penataan Pembangunan Pesantren sebagai tindak lanjut arahan langsung Presiden Prabowo Subianto.
Satgas tersebut bertugas melakukan pendataan, audit, dan penataan infrastruktur pesantren di seluruh Indonesia, dengan tujuan memperkuat tata kelola sekaligus memastikan pembangunan pesantren sesuai standar keselamatan dan kualitas.
“Tradisi pesantren itu gotong royong. Sejak awal berdiri, pesantren tumbuh dari kemandirian santri dan masyarakat. Sekarang waktunya dievaluasi, supaya pembangunan pesantren tetap mandiri tapi memenuhi standar kualitas. Harapan saya, pemerintah bisa memfasilitasi standarisasi gedung pesantren secara gratis,” jelas Abdullah.
Dalam kesempatan yang sama, Abdullah juga menyoroti kondisi ekonomi guru-guru nonformal, seperti guru PAUD, TPQ, madrasah, dan tenaga pendidik pesantren, yang banyak di antaranya masih berpenghasilan sangat rendah, hanya sekitar Rp300 ribu hingga Rp500 ribu per bulan.
Sebagai bentuk solusi, ia tengah menyiapkan program bantuan modal usaha berbasis kelompok yang disertai dengan pelatihan kewirausahaan dan pendampingan bisnis.
“Tahap awal akan dibentuk 20 kelompok pilot project di setiap kabupaten, dengan target berkembang hingga 500 kelompok dalam 3–4 tahun ke depan. Kami ingin para guru dan pengajar pesantren bisa mandiri secara ekonomi,” ungkapnya.
Abdullah menegaskan bahwa seluruh kegiatan tersebut akan dibiayai melalui dana reses DPR RI yang sepenuhnya dialokasikan untuk kepentingan masyarakat.
“Dana reses ini sering jadi sorotan, tapi saya pastikan semuanya akan kembali ke masyarakat. Tidak ada sepeser pun yang kami ambil untuk pribadi. Yang penting sekarang bagaimana konsepnya bisa efektif dan produktif,” tegasnya.
Menanggapi maraknya pemberitaan yang dianggap menyudutkan kalangan pesantren, Abdullah menyampaikan keprihatinannya. Ia berharap media dapat lebih memahami kultur dan nilai luhur yang berkembang di lingkungan pesantren.
“Kami kaum santri sangat terluka dengan pemberitaan yang menyinggung pesantren. Kalau saya memberi hadiah mobil Alphard kepada kiai saya, itu bentuk rasa terima kasih. Karena tanpa doa dan bimbingan para kiai, saya tidak akan berada di posisi ini,” ujarnya dengan nada tegas.
Ia menegaskan bahwa tradisi menghormati dan memuliakan guru adalah bagian dari budaya luhur pesantren yang harus dijaga, bukan justru dipelintir menjadi isu negatif.
“Santri itu diajarkan adab sebelum ilmu. Memberi hadiah kepada guru bukan pamer, tapi bentuk syukur dan penghormatan,” imbuhnya.
Abdullah mengajak seluruh pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun media, untuk bersama-sama membangun citra positif pesantren sebagai pusat pendidikan, spiritualitas, dan kemandirian bangsa.
“Pesantren bukan hanya tempat menuntut ilmu agama, tapi juga pusat pembentukan karakter bangsa. Sudah saatnya pesantren difasilitasi, diperhatikan, dan didukung sepenuhnya oleh negara,” pungkasnya.
Selain menyerap aspirasi, acara reses ini juga di isi dengan pemeriksaan kesehatan secara gratis, pembagian paket sembako dan buku berjudul Menyuarakan Keadilan dari Senayan kepada kontituen yang hadir. (P24/wid)
Eksplorasi konten lain dari Purworejo24.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.







