, , , ,

Ajak Pemuda Lestarikan Budaya Lokal, Yayasan Nuhantra Bakti Budaya Gelar Seminar Nasional Literasi Digital

oleh -
oleh
Yayasan Nuhantra Bakti Budaya bekerjasama dengan Kemenpora dan Komisi X DPR RI, menyelenggarakan Seminar Nasional Literasi Digital untuk Indonesia Bangkit
Yayasan Nuhantra Bakti Budaya bekerjasama dengan Kemenpora dan Komisi X DPR RI, menyelenggarakan Seminar Nasional Literasi Digital untuk Indonesia Bangkit
Selamat Idul Fitri

KALIGESING, purworejo24.com – Yayasan Nuhantra Bakti Budaya bekerjasama dengan Kemenpora dan Komisi X DPR RI, menyelenggarakan Seminar Nasional Literasi Digital untuk Indonesia Bangkit, di pendapa obyek wisata Taman Sidandang Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Purworejo, Jawa Tengah.

Seminar pada hari Sabtu 15 Agustus 2022 dimoderatori oleh Anggota Komisi X DPR RI, Bramantyo Suwondo itu menghadirkan narasumber dari Kementerian Pemuda Dan Olahraga, budayawan, akademisi hingga novelis ternama. Diantaranya yakni, Asisten Deputi Bidang Imtek dan Imtak Kemenpora Dr. H Amar Ahmad, Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Dr. Sudibyo M.Hum., pengajar di Fakultas Ilmu Budaya UGM Yogyakarta, Dr Junaedi Setiyono, M.Pd, novelis sekaligus pengajar di UM Purworejo, serta Soekoso DM, S.Pd.

Dalam seminar itu, Nuhantra Bakti Budaya mengajak para pemuda di Kabupaten Purworejo untuk mempertahankan budaya lokal melalui penguatan literasi digital.

Hadir dalam seminar itu, Wakil Bupati Purworejo, Yuli Hastuti, jajaran OPD terkait, serta puluhan peserta dari kalangan pemuda. Wabup juga berkesempatan melakukan penanaman pohon di lokasi Taman Sidandang sebagai rangkaian kegiatan seminar dan mengukuhkan Komunitas Nuhantra Sahabat Muda, yang merupakan wadah teman para pemuda berkreasi dan berliterasi dalam bidang kebudayaan.

Yuli Hastuti juga mengalungkan syal kepada empat orang perwakilan anggota Nuhantra Sahabat Muda sebagai simbol pengukuhan komunitas yang merupakan binaan Yayasan Nuhantra Bakti Budaya.

Asisten Deputi Bidang Imtek dan Imtak Kemenpora Dr Amar Ahmad yang menjadi keynote speech secara daring memberikan penjelasan, dari sekitar 200 juta penduduk Indonesia sekitar 65 juta diantaranya berasal dari generasi muda berusia 16 hingga 30 tahun.

Dirinya juga menyampaikan data yang menyebutkan bahwa 75% generasi muda begitu bangun tidur langsung membuka HP terutama membuka WA.

“HP sudah menjadi kebutuhan pokok yang tidak boleh ditinggal. Mereka bisa jadi lupa bawa kebutuhan sekolah tapi tidak pernah lupa bawa HP,” ucap Amar.

Seminar dibuka dengan narasumber pertama yakni Soekoso DM yang menjelaskan mengenai gelombang literasi digital dimulai sejak adanya Covid-19. Akibatnya dunia pendidikan dan perkantoran melakukan kegiatan secara daring.

“Hikmahnya mau tak mau semua harus gotong royong termasuk penguatan SDM untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” jelasnya.

Selanjutnya, Dr Sudibyo memberikan pengetahuan soal kekayaan budaya di Purworejo seperti Wayang Kulit hingga Tari Dolalak. Selain itu, ada beberapa juga seniman maupun hasil karya seni asli dari Purworejo yang belum banyak diketahui khalayak umum.

“Purworejo punya Ki Warso Guno yang menciptakan Wayang Kaligesingan, salah satunya yang khas adalah wayang tokoh Petruk, khasnya tidak pakai pethel tapi pakai munthu, setiap ada wayangan saya usulkan sebagai identitas Purworejo.

Sekarang wayang Petruk asli dari Purworejo itu disimpan di luar negeri, ada koleksi kita di luar negeri, mereka menghargai karya-karya maestro dari Purworejo. Ada juga Ki Timbul Hadi Sugito, yang membuat tokoh wayang kulit Satyaki, ciri khasnya telinga pada wayang diberi intan,” papar Sudibyo.

Sedangkan, Junaedi Setiyono dalam kesempatan itu memberikan motivasi kepada generasi muda di Purworejo agar percaya diri dalam berkarya. Pembuat novel Dasamuka, Arumdalu, Tembang dan Perang, serta Glonggong ini mencontohkan dirinya yang seorang putra asli dari Purworejo, namun berhasil menciptakan karya sastra yang diapresiasi hingga kancah internasional.

“Maka generasi di Purworejo ini tidak perlu berkecil hati, kita bisa kok,” katanya.

Ditengah era digitalisasi ini, Jun sapaan akrab Junaedi juga mengingatkan agar generasi milenial dapat menggunakan teknologi yang ada dengan bijak.

“Digitalisasi bisa berdampak positif, tapi juga ada negatifnya. Contohnya seperti karya novel saya yang dijual dengan bentuk e-book, tapi tanpa sepengetahuan saya. Saya tidak mempermasalahkan royalti atau apa, tapi setidaknya ya beritahu pembuatnya dulu,” kisahnya.

Sebagai penutup, Bramantyo Suwondo memberikan kesimpulan bahwa budaya merupakan identitas suatu daerah yang menjadi pembeda antara Indonesia dengan negara lainnya.

Narasumber, lanjut Bram, memberikan materi serta pemahaman yang utuh tentang pentingnya literasi digital bagi generasi milenial untuk melestarikan budaya lokal sehingga harapannya kedepan budaya Indonesia khususmya Purworejo bisa dinikmati hingga kancah internasional

Ketua panitia penyelenggara, Bayu Apriliano mengatakan jika Seminar Nasional ini diselenggarakan untuk memberikan ruang bagi para pemuda di Purworejo untuk mendapatkan wawasan mengenai budaya lokal yang semakin hari terasa seperti semakin menghilang di kalangan milenial.

Hal itu sejalan dengan tema yang diangkat dalam Seminar Nasional ini yakni Penguatan Literasi Digital Untuk Penguatan Budaya Lokal.

“Pemuda juga yang lebih melek terhadap literasi digital diharapkan bisa ikut berperan dalam pelestarian budaya lokal, agar budaya lokal ini tidak melulu orang terdahulu saja yang tahu dan melestarikan, namun pemuda juga bisa meneruskan tongkat estafet dari para pendahulunya,” terangnya usai acara berlangsung.

Melalui seminar ini, lanjutnya, pemuda diharapkan bisa membuat sebuah terobosan utamanya melalui digitalisasi untuk melestarikan kebudayaan lokal Purworejo. Nantinya juga diharapkan akan muncul banyak platform digital yang aktif dikelola pemuda untuk pelestarian budaya.

“Peserta terdiri dari kalangan pemuda, utamanya para mahasiswa dan pelajar. Peserta yang hadir langsung ada 78 orang, dan ada banyak juga yang ikut secara daring,” terangnya.

Sementara itu Ketua Yayasan Nuhantra Bhakti Budaya, Hantoro Wibowo menambahkan, usia peserta seminar dibatasi yakni 16 hingga 30 tahun. “Lokasi yang dipilih di Desa Kaligono karena punya potensi wisata serta seni budaya yang tinggi,” pungkasHantoro. (P24/Wid/ ADV)