PURWOREJO, purworejo24.com – Sebanyak 83 guru dan karyawan di SMA Negeri 7 Purworejo, praktek membuat ecoprint, di komplek sekolah setempat, pada Rabu (5/2/2025). Dengan memanfaatkan daun pohon trembesi, ketapang dan daun- daun lain yang menjadi unsur utama ecoprint, puluhan guru dan karyawan tampak antusias mengikuti proses pembuatan ecoprint dengan pendampingi perajin batik dari Batik Dewa Lowano.
Kepala SMA Negeri 7 Purworejo, Niken Wahyuni, mengatakan, praktek pembuatan ecoprint itu merupakan salah satu bentuk kreativitas dari para guru di SMA Negeri 7 yang sebelumnya telah membersamai siswa dalam program serupa.
“Kegiatan serupa dengan 1.000 batik tradisional menggunakan pemalaman dan motif bunga tanjung yang juga menjadi ikon sekolah,” ungkapnya.
Hasil karya siswa, lanjutnya, dibagi menjadi tiga warna dasar. Yakni hitam untuk kelas 12, biru navy untuk kelas 11, dan merah untuk siswa kelas 10. Sedangkan untuk para guru, tema ecoprint adalah ecopreneurship.
“Disamping memanfaatkan kearifan lokal yang ramah lingkungan, kegiatan ini juga bisa dijadikan peluang usaha karena bapak ibu guru antusias sehingga dapat menghasilkan ecoprint yang khas. Ini diharapkan dapat memantik jiwa wirausaha bapak/ ibu guru yang siapa tahu memiliki keinginan untuk ke arah sana,” ujar Niken.
Dalam pembuatan ecoprint, guru dan karyawan dibagi menjadi 41 kelompok, yang terdiri masing-masing dua orang.
Adapun pewarnanya berasal dari tumbuhan yang diekstrak terlebih dahulu.
“Pewarnanya berasal dari daun-daunan yang ada di lingkungan sekolah, seperti daun trembesi dan ketapang yang jadi ikon sekolah dan itu wajib ada di setiap hasil karya,” lanjut Niken.
Dirinya berharap kegiatan semacam ini bisa menginspirasi siapa saja supaya lebih dapat memanfaatkan waktu untuk menuangkan kreativitas. Selain itu juga bisa untuk berwirausaha sesuai dengan minatnya. Karena dengan bahan yang sama hasilnya akan berbeda-beda sehingga menghasilkan motif yang variatif.
Owner Batik Dewa Lowano, Dyah Wahyu Ristyani, mengatakan, kegiatan pembuatan ecoprint sebenarnya merupakan kegiatan tindak lanjut, dari kegiatan P5 yang dilaksanakan oleh siswa SMA Negeri 7 Purworejo, dimana dalam kegiatanya Batik Dewa Lowano juga sebagai pembimbing sekaligus penyedia alat dalam kegiatan itu.
“Kemudian dari bapak/ibu guru kok tertarik dengan jenis wastra yang lain yaitu ecoprint,, maka ini merupakan tindak lanjut, jadi ini kegiatan untuk bapak/ibu guru setelah melihat hasil membatik P5 siswa, kok bagus, kemudian mengadakan pelatihan dengan wastra jenis lain, yaitu membatik ecoprint,” ujarnya.
Dijelaskan, ecoprint adalah bukan batik, sedangkan batik dibuat dengan cara menggunakan perintang malam, sementara ecoprint dilakukan dengan cara menempelkan daun- daunan dibuat dengan sistim steaming atau kukus.
“Mereka membuatnya berpasangan, pembuatanya dengan cara berpasangan jadi nanti dijahit berpasangan juga kombinasi karena warna yang dihasilkan ada yang lebih tua ada yang lebih muda, jadi nanti kombinasi, nanti semua bapak/ibu guru sama,” jelasnya.
Diakui, selain sukses mengembangkan usaha, Batik Dewa Lowano saat banyak diminta menjadi pelatih atau pendamping berbagai pelatihan membatik di berbagai tempat, baik kegiatan sekolah maupun warga pedesaan.
“Untuk saat ini memang sedang rame- ramenya outing class kegiatan P5, kita sering menerima baik itu dari TK, SD, minggu ini saja nanti ada SD Islam Baledono, minggu kemarin juga sudah karena 4 kelas, kemudian dari ibu- ibu PKK juga. Lalu kemarin siswa SMA Negeri 7 Pirworejo semuanya, seluruh kelas ada 30 kelas, dengan pendampingan kita semua, yang akhirnya menjadi seragam batik identitas yang dipakai tiap hari Kamis,” ungkapnya.
Adapun jenis batik yang dilatihkan, semua merupakan batik jenis wastra, batik jenis tekstil yang dibuat secara tradisional, seperti batik, ecoprint, shibori, jumputan, dan lainya.
“Jadi kita memang berkutat disitu. Ada yang minta batik, ok kita batik, ada minta ecoprint juga iya, kemudian ada yang minta sibotik yaitu shibori mix batik lah itu ide dari kita sebenarnya, kalau aslinya shibori itu teknik dari Jepang, yang dilipat- lipat tapi kita mix dengan batik Purworejonan. Bisa dengan cara saya datang atau kalau jika kelasnya SD itu bisa datang ke rumah, jadi ndak tentu ya, kadang kita yang diundang kaya di desa- desa, yang mengagendakan pemberdayaan, dan kita yang kesana, menyediakan alat juga, kemudian melatih selama beberapa hari,” jelasnya.
Dyah mengaku telah membuat harga paket pelatihan yang terjangkau dengan paket hemat 50 ribu sudah bawa pulang produk, makan siang, snack dan welcome drink
include.
“Jadi include semua agar tidak merepotkan mereka, kita menyediakan semua tapi dengan harga yang sangat terjangkau,” ujarnya.
Dyah berharap kedepan semua lapisan masyarakat bisa paham, cinta, dan melestarikan budaya yang dimiliki termasuk membuat wastra- wastra.
“Karena mereka tau dari nolnya hingga akhir kemudian mereka cinta lalu ikut bela beli Purworejo. Mereka juga bisa mengembangkan, yang seneng dengan bisnis pasti akan mengembangkan. Tempat kita juga menyediakan pelatihan membatik, baik batik tulis, batik cap, nyiprat, melukis juga bisa jadi kita menyesuaikan umur,” tandasnya. (P24/wid)
Eksplorasi konten lain dari Purworejo24.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.