PURWODADI, purworejo24.com – Kantor Pertanahan/BPN Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, kembali menggelar musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian proyek pengendali banjir kawasan Yogyakarta International Airport (YIA) di Kabupaten Purworejo. Hari ini, Kamis (21/11/2024) ada dua lokasi musyawarah bagi warga terdampak, yakni di Aula Balai Desa Bapangsari, Kecamatan Bagelen untuk warga Desa Bagelen, Bugel, Bapangsari dan Purwosari (Kecamatan Purwodadi) dengan jumlah 16 bidang dan di Aula Kantor Desa Jogoboyo, Kecamatan Purwodadi untuk warga DesaJogoboyo (16 bidang) serta untuk warga Watukuro sebanyak 6 bidang.
Untuk Musyawarah di Desa Jogoboyo terpaksa ditunda karena sejumlah warga pemilik tanah tidak setuju dengan harga yang ditetapkan oleh Kantor Jasa Penilai Publik Muttaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun & Rekan (KJPP MBPRU) Yogyakarta. Sedangkan warga Desa Watukuro semua menyatakan setuju dengan harga tanah serta tanam tumbuhnya.
Salah satu warga yang tidak setuju adalah Totok Sutrisno dengan alasan tanah di desanya dihargai jauh di bawah tanah warga Desa Jangkaran, Kapanewon (kecamatan) Temon, Kabupaten Kulon Progo, DIY yang juga terdampak proyek yang sama.
“Ganti rugi untuk warha Desa Jangkaran per meternya dihargai Rp1,8 juta, itu tanah kosong tidak berpenghuni. Lha di sini kok tanah masih ditempati kok dihargai Rp800.000 per meter. Lokasi hanya terpisah Sungai Bogowonto, bedanya apa? Kalau dibilang ini untuk kepentingan negara, Jangkaran itu Indonesia, Jogoboyo ya Indonesia, kok kami dibedakan,” kata Totok mewakili warga terdampak lainnya.
Menurutnya dengan harga seperti seperti itu bukan ganti untung yang didapat, tapi malah memberikan kerugian bagi mereka.
“Bukan ganti untung ini, kami malah rugi. Tolok ukurnya kami ya Desa Jangkaran, di sini tanahnya berpenghuni, ditempati. kalau tidak bisa naik ya jangan digusur,” tegas Totok.
Pemilik tanah lain adalah Kristina, warga yang berasal.dari Sulawesi. Tiga tahun lalu, ia membeli tanah di dekat Pasar Jogoboyo karen amau investasi. Saat itu, dia juga tidak tahu kalau akan ada proyek pengendali banjir.
“Saya beli tanah seharga Rp560 juta. Sedianya mau saya bikin ruko untyk investasi karena di sini dekat dengan Bandara YIA. Karena untuk inves lebih bagus di sini (Purworejo) dari pada di timur sungai (Kulon Progo). Tapi sekarang katanya mau dibuat proyek. Tanah saya kena dampak, tapi hanya dihargai Rp300 juta lebih. Saya rugi, apa bisa masuk garga segitu? Saya hanya ingin harganya diperbaiki, jangan dibikin seperti inilah, kmai rakyat kecil jangan dirugikan,” kata Kristina.
Tak hanya wwrga, bahkan Pasar Jogoboyo milik Pemdes pun terdampak dan dihargai sangat jauh dari harga tanah di desa tersebut sekarang ini.
“Dengan harga Rp1,5 juta, pasar mau dipindah ke mana? Tidak ad asekarang harga tanah di lokasi strategis segitu di Jogoboyo. Maka Pemdes sepakat menolak,” kata Kades Jogoboyo, Joko Wahyana.
Terpisah, Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) yang juga Kepala Kantor Pertanahan/BPN Purworejo, Andri Kristanto memutuskan untuk menunda musyawarah.
“Warga Jogoboyo yang terdampak mempertanyakan harga tanah. Kalau harga tanam tumbuh tidak masalah, sudah sesuai Perbup. Musawarah penetapan saya tunda karena warga di Desa Jogoboyo masih belum setuju. Warga akan kami undang di musyawarah berikutnya, minggu depan,” kata Andri.
Ia menjelaskan, pihaknya akan segera melakukan rapat dengan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) selaku instansi yang memerlukan tanah serta KJPP MBPRU untuk membahas masalah ini. (P24/wid)
Eksplorasi konten lain dari Purworejo24.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.