Scroll untuk baca artikel
Seni Budaya

Bulan Suro, Tosan Aji Purworejo Jamas Keris Naga Luk Sebelas dan Keris Brojol

116
×

Bulan Suro, Tosan Aji Purworejo Jamas Keris Naga Luk Sebelas dan Keris Brojol

Sebarkan artikel ini
Penyerahan pusaka yang akan dijamas oleh Tosan Aji di pendopo Kabupaten Purworejo, pada Jumat (12/7/2024)
Penyerahan pusaka yang akan dijamas oleh Tosan Aji di pendopo Kabupaten Purworejo, pada Jumat (12/7/2024)

PURWOREJO, purworejo24.com – Pemerintah Kabupaten Purworejo melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purworejo kembali menggelar prosesi Jamasan Tosan Aji , di komplek Pendopo Bupati Kabupaten Purworejo, pada Jumat (12 /7/2024).

Sebagai upaya melestarikan budaya leluhur dan edukasi budaya kepada masyarakat, Jamasan Tosan Aji tahun ini menjamas 2 tosan aji yaitu Keris Naga Luk Sebelas dan Keris Brojol.

Ritual penjamasan dimulai dengan simbolis penyerahan pusaka oleh Bupati Purworejo yang diwakili oleh Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Purworejo, Drs. H. Bambang Susilo kepada juru jamas Teguh Wahyu Kuntoro.

Hadir dalam kegiatan itu, Dinkominfostasandi, Sejarawan dan Budayawan Kabupaten Purworejo, Ketua FKUB Kabupaten Purworejo dan Pandemen Tosan Aji Kabupaten Purworejo.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purworejo, Wasit Diono, S.Sos menuturkan, Museum Tosan Aji memiliki sejumlah 1.283 koleksi yang terdiri dari keris, tombak, kudi dan tosan aji lainya.

Event jamasan ini merupakan kegiatan membersihkan, merawat, memandikan serta memelihara tosan aji agar tetap terjaga dengan baik dan tidak mengalami kerusakan, sebagai sarana untuk melestarikan budaya sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang cara merawat pusaka khususnya kepada para generasi muda,” kata Wasit.

Dijelaskan, ada 2 tosan aji yang dijamas kali ini yaitu Keris Naga Luk Sebelas dan Keris Brojol.

Dhapur Naga Luk 11 menurut Wiropustaka disebut Naga Pasung, memiliki visualisasi naga yang berbentuk figuratif. Bentuk Naga terlihat pada bagian sor soran dilengkapi dengan tindik yang terbuat dari logam mulia. Pamor pedaringan kebak terlihat lembut yang merupakan simbolisasi dari mengedepankan aspek batiniah. Dengan garap bahan logam yang terlihat keras, madhas terkesan kering dan mentah. Hal itu menunjukkan karakteristik garap dan gaya perupaan dari sebuah wilayah Bagelen.

Meskipun tidak dipungkiri bahwa dalam suatu wilayah tidak mungkin hanya terdapat satu varian karakteristik visual saja. Dari kesemua ciri visual yang nampak, maka hal itu identik dengan literatur yang menyebutkan tentang tangguh Bagelen.

Sedangkan berdhapur Brojol dengan ciri khas ricikan pijetan dan gandhik lugas. Berpamor wengkon isen yaitu perpaduan antara pamor tepen dengan didalamnya terdapat pola ngulit semangka. Keris ini diperkirakan merupakan keris khas Bagelen. Dalam artian memiliki karakteristik visual yang diperkirakan dibuat di wilayah Bagelen.

Untuk menyebut tangguh Bagelen sepertinya masih memerlukan kajian dikarenakan tangguh itu sendiri memiliki tatacara identifikasi yang khusus berdasarkan data yang relevan. Meskipun dalam catatan literatur tangguh ini tidak tercatat, namun eksistensi sebagai salah satu era sekaligus gaya perupaan keris yang muncul diwilayah vasal Mataram tidak bisa dihilangkan begitu saja.

Penentuan tangguh dapat dilihat dari karakter bahan, garap, pasikutan, dan bentuk ricikan. Secara sederhana keris ini memiliki karakter besi yang keras madas, wasuhan pamor semu ngulit semangka, besi terlihat mentah, posisi bilah condhong agak lebar, ganja mulu berbentuk wuwung.

Secara sekilas mirip garap Tuban dan Pajajaran namun memiliki karakter besi seperti Mataram. Dilengkapi dengan bentuk warangka Gayaman Kagok Bancih berbahan kayu Trembalo dengan pendhok Blewehan. Dilengkapi dengan jejeran Yudawinatan. Secara tampilan menunjukkan pengaruh dari Surakarta yang dominan

Sementara itu sambutan Bupati Purworejo yang disampaikan oleh Drs. H. Bambang Susilo selaku Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Purworejo menyampaikan bulan Sura merupakan bulan yang istimewa bagi masyarakat Jawa, karena pada bulan Sura diberikan warisan dari tempat peristirahatan karena perlu dijaga kelestariannya.

Tradisi yang selama ini dikaitkan dengan jamasan memang mempunyai makna penyucian jiwa dan raga. Karena itulah hakikat jamasan, adalah penghormatan terhadap orang yang dapat melihat apa yang tidak terlihat. Yang terlihat adalah wujud warisan, dan yang tidak terlihat adalah wujud ruh,” katanya.

Ia berharap pemimpin dan masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk memelihara budaya tradisional agar tetap eksis dan berkembang di masa depan. Oleh karena itulah upacara jamasan tosan aji, merupakan acara yang tidak hanya diperuntukkan bagi orang kaya saja, namun juga merupakan wujud upaya kita dalam melestarikan budaya yang benar-benar bergengsi.

Jamasan Tosan aji merupakan wujud rasa terimakasih dan menghargai peninggalan atas karya seni budaya nan adiluhung para generasi pendahulunya kepada generasi berikutnya. Tujuannya adalah si pemilik pusaka tetap mempunyai jalinan rasa, ikatan batin, terhadap sejarah dan makna yang ada di balik benda pusaka yang mempunyai banyak nilai luhur tersebut,” ujarnya.

Menurutnya, jamasan pusaka tidak sekedar membersihkan dan merawat fisik benda pusaka saja, akan tetapi yang lebih penting adalah memahami segenap nilai-nilai luhur yang terkandung.

Nilai luhur tidak sekedar untuk diingat saja, namun lebih diutamakan untuk dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari,” tandasnya. (P24/wid)


Eksplorasi konten lain dari Purworejo24.com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.