Scroll untuk baca artikel
HukumLingkungan HidupPemerintahanPertanianpeternakanSosial

Kembali Gelar Aksi Tolak Tambang, Puluhan Wadon Wadas Berpakaian Adat Jawa dan Pasang Stagen Pada Pohon

120
×

Kembali Gelar Aksi Tolak Tambang, Puluhan Wadon Wadas Berpakaian Adat Jawa dan Pasang Stagen Pada Pohon

Sebarkan artikel ini
Wadon Wadas Mangku Bumi Pertiwi, puluhan Wadon Wadas secara simbolis melilitkan kain stagen putih ke batang pohon-pohon besar di lokasi tambang.
Wadon Wadas Mangku Bumi Pertiwi, puluhan Wadon Wadas secara simbolis melilitkan kain stagen putih ke batang pohon-pohon besar di lokasi tambang.

BENER, purworejo24.com – Sejumlah warga penolak tambang batuan andesit di Desa Wadas Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo kembali menggelar aksi. Puluhan orang dari kelompok Wadon Wadas ini menggelar aksi tolak tambang dengan berpakaian adat Jawa.

Wadon Wadas menggelar aksi untuk menolak rencana pemerintah menambang batu andesit di desa mereka. Aksi yang dinamakan “Wadon Wadas Mangku Bumi Pertiwi” (Perempuan Wadas Menyelamatkan Bumi Pertiwi) itu dilakukan di lahan yang akan dijadikan lahan tambang oleh pemerintah.

Salah satu Wadon Wadas, Tri Handayani atau akrab dipanggil Wiji ini menjelaskan, puluhan Wadon Wadas secara simbolis melilitkan kain stagen putih ke batang pohon-pohon besar di lokasi tambang.

Ia menyebut, kegiatan yang dilakukan itu dalam tradisi masyarakat Jawa bermakna seorang ibu selalu mangku atau menjaga anaknya. Mereka melakukan itu dengan menggunakan pakaian adat Jawa.

“Ini yang dilakukan Wadon Wadas, mereka mangku atau menjaga Bumi Pertiwi di Wadas karena selama ini alam Wadas yang kaya telah memberikan kehidupan bagi warga Wadas,” kata Wiji saat dikonfirmasi pada Minggu 8 Januari 2023.

Aksi ini diikuti sekitar 40-an anggota Wadon Wadas bersama warga desa anggota Gerakan Masyarakat Peduli Lingkungan Desa Wadas (Gempadewa).

Wiji menambahkan, walaupun pemerintah terus merayu warga untuk menjual tanahnya dengan harga tinggi, Wadon Wadas dan Gempadewa masih tetap kukuh menolak tambang.

Diketahui kasus di Desa Wadas adalah salah satu bentuk konflik agraria yang sudah berlangsung beberapa tahun. Konflik ini telah menyebabkan masyarakat desa terpecah. Sampai saat ini menurut data Badan Pertanahan Nasional (BPN) Purworejo masih ada 8 bidang tanah yang belum setuju tanahnya dijadikan lahan tambang.

Pemerintah berencana menambang batu andesit di Wadas untuk materi pembangunan Bendungan Bener di Purworejo. Bendungan yang berada sekitar 10 kilometer dari Desa Wadas ini adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk keperluan irigasi, pebangkit tenaga listrik, dan penunjang pariwisata.

“Kami ingin menunjukkan masih ada warga Wadas yang masih konsisten menolak tambang batu andesit,” ujarnya.

Ia mengatakan lokasi tambang batu andesit seluas 114 hektar yang berada di kawasan perbukitan itu berpotensi menyebabkan bencana bagi warga. Pasalnya, selama ini kawasan Wadas dikenal sebagai daerah rawan longsor.

“Tambang andesit yang dilakukan dengan mengeruk tanah akan menyebabkan potensi longsor di Wadas makin tinggi. Bencana ini terutama mengintai wilayah Kaligendol dan Randuparang di Desa Wadas yang berbatasan langsung dengan lokasi tambang,” kata dia

Dalam aksi ini, para Wadon Wadas juga mengenakan pakaian tradisional Jawa, yaitu berkain panjang (jarik) yang diikat ke tubuh dengan stagen warna putih. Stagen adalah kain panjang yang digunakan untuk melekatkan jarik ke tubuh perempuan pemakainya.

Mereka berjalan bersama-sama menuju lokasi tambang sambil membawa wayang-wayang kardus, antara lain berbentuk tikus, lambang pejabat korup. Tiba di lokasi tambang, mereka berdiri di samping pohon-pohon besar, seperti pohon durian, karet, waru dan lainnya.

Pepohonan itu adalah sumber penghidupan bagi warga Wadas, penahan longsor, dan sarana untuk menyimpan air hujan ke dalam tanah. Setelah doa bersama, prosesi diawali dengan pelilitan stagen berumur 90 tahun milik Rubiah pada pohon durian besar yang berada di tanah milik Ngatinah.

Rubiah memutar tubuhnya dan dengan bantuan Ngatinah, stagen yang melilit bagian perutnya berpindah melilit batang pohon durian. Selanjutnya mereka menaburkan bunga setaman di sekeliling pohon.

Walaupun hujan turun deras, masing-masing anggota Wadon Wadas tetap melakukan prosesi pelilitan kain stagen warna putih pada sekira 20 pohon dilokasi tambang. Menurut Wadon Wadas, kegiatan ini adalah simbol bahwa pohon-pohon itu tidak akan diserahkan untuk kepentingan tambang batu andesit atau quary.

Wiji menjelaskan aksi ini juga jadi simbol pengharapan agar warga yang masih kukuh menolak tambang andesit senantiasa mendapat kekuatan dalam menjaga dan menjalankan nasihat, pelajaran, berkah, dan kekayaan spiritual yang diwariskan secara turun-temurum.

“Bila tanah dan pohon-pohon itu hilang, kami juga akan kehilangan mata pencaharian kami,” tambahnya.

Wiji mengatakan pemerintah perlu menghargai warga Wadas yang menolak melepaskan tanahnya menjadi lokasi tambang andesit. Bagi mereka, mempertahankan kelestarian lingkungan bagi kepentingan bersama adalah hak sekaligus kewajiban bagi warga negara yang mengerti nilai-nilai Pancasila

“Mempertahankan tanah dan kelestarian alam adalah hak warga negara. Hak kami ini dilindungi konstitusi dan undang-undang,” tegasnya.

Sementara itu Talabudin (Budin) dari Gempadewa menyatakan dukungannya terhadap aksi Wadon Wadas. Ia mengaku senang karena masih ada warga Wadas yang konsisten mempertahankan ruang hidup untuk keselamatan seluruh warga desa.

“Kami berharap pemerintah mau mendengarkan aspirasi warga ini. Mempertahankan lingkungan dari kerusakan akibat tambang adalah untuk keberlangsungan hidup seluruh warga,” ujarnya. (P24-bayu)


Eksplorasi konten lain dari Purworejo24.com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.